Welcome to my blog ^^

I hope to open my blog you get the benefit

Selasa, 08 Februari 2011

Cinta Cukup di Hati



Ada sebagian orang yang berprinsip bahwa cinta itu gak harus memiliki. Begitu juga denganku yan memegang prinsip itu. Aku mencintai seorang cowok yang telah dimiliki orang lain. Sempat aku berpikir ingin merebutnya, mudah saja bagiku untuk membuat cowok itu menjadi milikku. Tapi, aku adalah seorang cewek yang mempunyai perasaan dan hati. Aku bayangkan menjadi April, pacar dari cowok yang aku suka. Pasti aku sangat terpukul pacar yang sangat aku cintai berpaling dariku dan jalan dengan orang lain, pasti sangat sakit rasanya. Makanya, aku lebih memendam perasaan ini, mungkin akan hilang dengan seiring waktu. Cowok itu adalah orang yang paling terpenting bagiku sekarang, entah kenapa hatiku mengatakan seperti itu. Dulu waktu dia kecelakaan, sampai di opname di RS beberapa hari. Waktu itu aku sangat cemas kalau dia kenapa-napa. Setiap malam aku mendoakannya, aku gak sanggup untuk kehilangannya. Rasa ini gak seorang pun tau, HANYA AKU yang tau, dan aku emang gak mau ngumbar semuanya. Cukup aku saja yang merasakan manis pahit dari cinta yang bersemi dihatiku.
“Tiara, lo kenapa ngelamun mulu, sih?” Kevin menepuk bahuku perlahan. Ya, Kevin adalah cowok yang aku suka.
“eh elo. Nggak kenapa-napa kok,” aku mengilah darinya.
“ntar kesambet lho... hahaha,” Kevin dan aku tertawa bersama-sama. Ini saja sudah cukup bagiku, tertawa bersamanya, walaupun dia gak tau kalau perasaanku padanya lebih sekadar teman. Ku lihat April, mendekat, dan dia pun duduk di sebelah Kevin. April menyandarkan kepalanya di bahu Kevin, sakit rasanya hatiku melihatnya. Ini adalah contoh rasa sakit yang kita terima kalau kita hanya mencintai dalam hati.
“hai, Tiara!” April menyapaku dan kemudian melambaikan tangannya.
“haii,” jawabku masam.
“Tiara, lo bisa ajarin gue tentang SPLDV matematika yang tadi, gak” Kevin menghadapku dan kepala April sedikit terangkat. Kulihat mata Kevin, dia seakan risih atas yang dilakuin April padanya. Tapi, beberapa menit kemudian suara bel berbunyi. Aku dan Kevin saling pandang, April berdiri dan memeluk Kevin sambil say goodbye padanya. Astaga, seandainya Kevin tau perasaan ku yang sedang hancur berkeping-keping ini. Kelas April emang jauh dari kelas kami. Sedangkan kelas ku dan kelas Kevin bersebelahan. Kevin berdiri dan menatapku yang kebingungan. Kemudian menarik tanganku sampai berdiri. Tapi, aku hanya diam. Aku masih sakit hati tiap melihat Kevin dan April bila lagi bermesraan. Benar-benar cemburu menguras hati deh.
“Tiara, lo mau sampai kapan diem kayak patung kayak gini? Kenapa pula tuh muka lo merah gitu. Aha! Elo cemburu ya tadi April meluk gue? Hahaha,” Kevin tertawa sambil menepuk buku yang ditangannya. Mataku membelalak mendengar perkataannya. Astaga, gue gak mau dia tau yang sebenarnya. Gengsi dong!
“apa? Gue cemburu? Hahaha. Ngaco lo ah! Gue itu sebenernya lagi kebelet pipis. Jadi, nitip buku gue ya? Letakin aja di meja gue! Bentar ya, gue ke toilet. Gue janji bakalan ngajarin elo matematika. Suer deh,” aku harus buru-buru kabur nih sebelum ketahuan kalau aku salting berat. Aku serahin bukuku dan berbalik badan, setelah beberapa langkah ternyata Kevin malah manggil gue.
“Tiara! Tunggu! Lo  mau kemana?” Kevin berteriak.
“ke toilet lah. Masa’ gue ke dapur?”
“bukannya toilet di sana?” Kevin menunjuk ke arah belakang. ASTAGA, aku salah arah. Wah, aku harus cari alasan jitu deh.
“gue tau, Kevin. Gue cuman mau ngajak Aliska ke toilet,” kebetulan aku liat Aliska. Thanks God, gue udah dapet alasan. Gue tarik tangan Aliska. “buruan ikut gue!” aku berbisik padanya. Dan, Aliska cuman mengangguk.
“oh, dasar cewek ya? Ke toilet aja pake ditemenin segala. Manja!” komentar Kevin lalu tertawa saat aku dan Aliska melewatinya.
“yey, Rese, ah!” aku menjulurkan lidahku. Dan pergi dengan Aliska. Kami ke toilet dan kami berbicara saat becermin sambil mencuci tangan di wastafel.
“Tiara, kayaknya gue rasa, gue harus jujur deh ama lo,” Aliska mendekat dan memegang bahuku. Aku berbalik menghadapnya.
“tentang apa?” tanyaku terheran-heran.
“gue merhatiin gerak-gerik elo. Kayaknya elo suka ama Kevin, ya?” Oh My God. Apa-apaan nih. Aku gak ingin Aliska sampe tau. Cukup gue aja yang tau.
“hah? Ngawur lo,” aku berbalik dan pura-pura becermin untuk menyembunyikan wajahku yang memerah.
“gue serius. Gue cuman mau bilang. Sebaiknya elo bilang ama Kevin. Elo bilang kalo elo sayang ama dia. Tapi, kalo elo gak mau juga gak papa sih. Paling-paling penyesalan yang tiada akhir, Ra” Aliska mungkin benar. Sampai kapan aku harus begini? Tapi, aku tetap gak bisa maksain perasaanku pada Kevin. Aku gak boleh egois jadi orang. Aku menarik tangan Aliska, dan membawanya keluar. Kami sepanjang jalan cuman diem-dieman aja. Sesekali tersenyum, saat hendak masuk kekelas. Aliska sempat berbisik padaku, “jangan siksa hati dan perasaan lo,” dan kalimat yang terlontar dari Aliska membuatku semakin bingung. Aku sekarang harus bagaimana??

Bel berbunyi menandakan siswa-siswi diperbolehka untuk pulang kerumah masing-masing. Aku bergegas membereskan buku-buku. Aku berjalan keluar kelas, dan kulihat Kevin sedang bercanda dengan temen-temen cowoknya. Mereka saling tertawa sesekali saling menepuk bahu. Aku melewatinya seperti gak mengenalnya. Aku berjalan menuju gerbang sekolah, dan aku disana bertemu April. April memandangku sesaat, lalu melongos pergi. Kalau liat wajahnya tuh bawaanya pengen ngacak-ngacak rambutnya aja. Iih, nyebelin! Gayanya sejagad amat sih di tambah aku agak iri ama dia, soalnya dia pacarnya Kevin.
Aku hari ini terpaksa jalan kaki, karena nyokap aku gak bisa jemput katanya sih sibuk. Aduh, capek banget. Mana panas lagi!. Ku pandangi setiap orang yang lewat, ada gak sih di hati mereka buat bantu aku??. Aku duduk sebentar dibawah pohon. Adem rasanya duduk di bawah pohon rindang ini. Rasanya mataku hampir terpejam, disini begitu tenang karena agak jauh dari jalan raya. Kurentangkan tanganku, tapi kok kayak nya tanganku menghantam sesuatu. Tapi, apa ya? Ku raba-raba lagi, seperti hidung aja, mmm... ada matanya juga, apa ya? Coba aku gampar ah, kali aja ngaruh. 1,2,3... “pllakkkk!!!”
“Aduuhhhh.......... siapa sih?” suara seorang cowok mengagetkanku.
“ooppss! Sorry,” aku menengok. Astaga betapa terkejutnya aku, ternyata Kevin. Aku udah ngegampar Kevin? Jahat amat aku. Kevin juga tampaknya terkejut setelah melihatku.
“Tiara?” Kein menunjukku dengan ekspresi gak percaya.
“aduhhh... sori, Vin! Maafin gue, ya? Gue gak tau kalo yang dibelakan pohon ini elo,” aku minta maaf pada Kevin. Aku lihat-lihat wajahnya, kayaknya gak kenapa-napa sih. Tapi, bagaimana kalau dia marah? Aduh...
“iya deh, gak papa kalo elo yang gampar gue. Gak papa kok. Santai aja kali,” kevin menepuk-nepuk bahuku. Dia kini duduk disebelahku. Kami berdua saling diam yang terdengar hanya hembusan angin yang begitu lembut.
“oh ya, Tiara. Elo kan janji mau ngajarin gue matematika. So, ajarin gue sekarang ya?” Kevin mengambil buku ditasnya. Dan membukanya.
“disini?” tanyaku heran.
“tentu aja. Ayo dong, besok gue ada ulangan nih. Bantu gue dong!” Kevin memelas, aduh liat mukanya aja udah luluh.
“oke deh,” kataku tersenyum.
“gitu dong! Baru best friend gue! Hahaha,” Kevin tertawa. Kevin hanya menganggap aku sebagai best friend-nya doang? Ah, gak papa. Mungkin kata cintaku hanya sebatas hati dan tak terucap dengan mulut ini. Aku mulai mengajarinya, dia terlihat kesusahan. Aku tetep harus support dia. Sedikit-sedikit sih dia bisa saja, namun aku jadi grogi ngajarinnya kalau cuman berduaan gini. Mana suasananya ngepas banget lagi. Kevin memutar-mutar pulpen yang ditangannya, dan kemudian pulpen itu jatuh dia atas rumput dekat aku duduk. Aku berusaha mengambilnya, tapi ternyata Kevin juga mengambilnya. Jadinya tangan Kevin gak sengaja genggam tanganku. Aku memandangnya, dia juga memandangku. Aku hanya bisa tesenyum simpul. Betapa indahnya hidupku saat ini karena lalui waktu dengannya. Aku menarik tanganku, pulpen itu pun di ambil kembai oleh Kevin. Kevin tertawa, aku juga ikut tertawa. Ketahuilah, saat-saat ini adalah moment yang sangat bahagia, walaupun aku tak memiliki Kein. Tapi, aku bisa rasain sebuah rasa sayang ketika bersamanya. Rasa yang semakin membuatku terlena dalam anganku bersamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar